Kamis, 22 Maret 2012

Hukum Perorangan dalam Hukum Perdata

Nama : Adiman (29210352)
Kelas  : 2EB22
Aspek Hukum dalam Ekonomi 


Tugas Umum 2

Hukum Perorangan dalam Hukum Perdata

Hukum adalah ilmu yang sangat menarik, namun pada pelaksanaannya sering kita jumpai kejanggalan,dan perbedaan dalam penafsiran, saya mencoba mempublikasikan mudah-mudahan bermanfaat bagi masyarakat awam.masyarakat indonesia wajib tahu dan sadar hukum, memang di indonesia begitu banyak peraturan/undang-undang yang diciptakan tapi apakah sudah memenuhi harapan? kalo terjadi masalah atau bersengketa selalu yang jadi alasan bagi khalayak awam ada kata-kata " saya tidak tau kalau ada peraturannya" memang kewajiban negaralah yang harus memasyarakatkannya melalui lembaran Negara tapi siapa yang Peduli ? ??.ternyata masyarakat dipaksa WAJIB TAU PERATURAN. 

Bagi masyarakat awam ( bahkan mahasiswa fakultas hukum sendiri aja males)boro-boro melihat informasi lembaran negara. dulu zaman Bapak Soeharto ada istilah KADARKUM itu sebenarnya sangat baik dan harus dibangun kembali pada saat ini masyarakat harus ditata hidupnya, dibatasi,diatur apakah harus pakai HUKUM RIMBA itu adalah masyarakat kuno!!.berikut saya hanya mencoba menampilkan yang sangat fundamental, sebab sering dilupakan, kalo sudah dapet ilmu yang tinggi yang dasar lupa dech. padahal yang dasar itulah penopangnya. sekali lagi yang saya tuliskan ini hanya diperuntukkan bagi pemula atau yang tidak pernah mengecap pendidikan hukum atau yang ingin sekedar mengetahui DASAR-DASAR ILMU HUKUM dan apabila para pembaca merasa ada yang kurang pas, mohon dikoreksi saya dengan senang hati mendapat respon dari anda, berikut uraiannya :

HUKUM PERORANGAN
(PERSONEN RECHT) 

Hukum Perorangan (Personen recht) adalah peraturan yang memuat kaedah-kaedah hukum yang mengatur :
I. Subjek Hukum.
II. Cakap Hukum dan wewenang.
III. Pencatatan Sipil.
IV. Tempat Kediaman. 

I. SUBJEK HUKUM (RECHT SUBJECT). 

Subjek hukum adalah setiap pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia (Natuurlijk persoon) dan badan huum(rechts persoon).

A. Manusia (Natuurlijk Persoon).
Manusia menurut pengertian hukum terdiri dari tiga pengertian :
1. Mens, yaitu manusia dalam pengertian biologis yang mempunyai anggota tubuh,kepala, tangan, kaki dan sebagainya.
2. Persoon, yaitu manusia dalam pengertian yuridis,baik sebagi individu/pribadi maupun sebagai makhluk yang melakukan hubungan Hukum dalam masyarakat.
3. Rehts Subject (Subjek Hukum).yaitu manusia dalam hubungan dengan hubungan hukum (rechts relatie), maka manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Pada azasnya manusia(naturlijk persoon) merupakan subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban )sejak lahirnya sampai meninggal. Bahkan pasal 2 KUH.Perdata mengatakan :
“ Anak ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan (menjadi subjek hukum) bila mana kepentingan sianak menghendakinya misal mengenai pewarisan dan jika sianak mati sewaktu dilahirkan dianggap sebagai tidak pernah ada.”

B. Badan Hukum (Recht Person).
Badan Hukum adalah subjek hukum yang bukan manuia yang mempunyai wewenang dan cakap bertindak dalam hukum melalui wakil-wakil atau pengurusnya.
Sebagai subjek hukum yang bukan manusia tentu Badan Hukum mempunyai perbedaaan dengan Subjek hukum manusia terutama dalam lapangan Hukum Kekeluargaan seperti kawin,beranak,mempunyai kekuasaan sebagai suami atau orangtua dan sebaginya.

PEMBAGIAN BADAN HUKUM. 
Dalam pergaulan hukum terdapat bermacam-macam bentuk dari Badan Hukum :
Perhimpunan(verenigingen) yaitu yang dibentuk dengan sengaja dan sukarela oleh orang-orang yang bermaksud untuk memperkuat kedudukan ekonomis mereka,memelihara kebudayaan, mengurus soal-sosial dsb. 1. Badan hukum semacam ini dapat berupa Perseroan Terbatas/PT.dsb.
2. Persekutuan Orang (gemeenschap van mensen) yaitu yang dibentuk karena perkembangan faktor-faktor sosial dan politik dalam sejarah,misalnya negara,propinsi,kabupaten/kota maya dsb.
3. Organisasi yang didirikan berdasarkan Undang-undang misalnya koperasi.
4. Yayasan. 

Dari pembagian bentuk-bentuk Badan Hukum diatas maka Badan Hukum dapat digolongkan dalam 2 golongan :
Corporasi.( no. 1,2,dan 3 diatas)
2. Yayasan. (no. 4) 

Coorporasi adalah kumpulan manusia yang mempunyai organisasi tertentu dan mempunyai tujuan tertentu yang bertindak dalam lalu lintas hukum sebagai satu kesatuan.
Corporasi adalah Badan Hukum yang mempunyai anggota tapi mempunyai hak dan kewajiban sendiri. 

Yayasan adalah tiap kekayaan (vermogen) yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan yang diberi tujuan tertentu. Yayasan adalah Badan Hukum yang tidak mempunyai anggota. Dalam pergaulan hukum yayasan itu bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban tersendiri, yang dilaksanakan oleh pengurus (bestuur)nya untuk menyelenggarakan tujuannya.
Misalnya : Yayasan Universitas Tengku Amir Hamzah Medan.

Yang merupakan perbedaan antara Yaysan dengan Corporasi adalah Yayasan menjadi Badan Hukum dengan tiada beranggota sedangkan Corporasi mempunyai anggota. Persamaanya adalah sama-sama mempunyai pengurus yang mengurus kekayaan dan menyelenggarakan tujuannya.

Berdasarkan pembagian hukum dalam Hukum Publik dan Hukum privat maka badan hukum dapat dibagi atas :
Badan Hukum Publik yang mana pendiriannya didasarkan atau diatur oleh Hukum Publik.
Misalnya : - negara
- propinsi,kabupaten/kota madya,dsb.
Badan Hukum Privat, yang mana pendirian dan susunannya diatur oleh Hukum Privat.
Misalnya : - Perseroan Terbatas /PT.
- Cv,dsb 

TEORI –TEORI YURIDIS BADAN HUKUM.
Teori Fiksi oleh von Savigny. 
Badan Hukum itu semata-mata buatan negara saja.kecuali negara,badan hukum itu hanya suatu fiksi saja yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam bayangannya untuk dapat menerangkan sesuatu hal.

Teori Kekayaan bertujuan(zweekvermogen) oleh Brinz. 
Hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Tapi tak dapat disangkal adanya hak-hak atas sesuatu kekayaan sedangkan tiada satupun yang menjadi pendukungnya. Jadi ada hak dengan tiada subjeknya. Kekayaan yang dianggap milik suatu badan hukum sebenarnya milik suatu tujuan. 



contoh kasus hukum perorangan


Seorang laki – laki yang berkewarganegaraan Amerika, sudah menetap di Indonesia selama ± 6 tahun. Ia memiliki pekerjaan yang disenangi dan enggan ditinggalkan, selain itu dia juga nyaman dengan pergaulan sekitar. Karena hal ini ia memutuskan untuk menjadi WNI, agar dapat mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai WNI.

sumber:

Hukum Perjanjian

Nama : Adiman (29210352)
Kelas  : 2EB22
Aspek Hukum dalam Ekonomi
tugas 2 no. 2



2. Hukum perjanjian


* standar kontrak



Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah :[8] Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.[9] Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeprburuk.[10]
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjnjian. Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.[11] Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.[12]
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
Dalam melihat pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi kepentingan umum (public interest).[13]
Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan (legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis.[14]
Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.
Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang :
a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21 berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan berlaku.
5. Pasal 2.22
Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
* macam-macam perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sbb;
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis.
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran

* syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.
* saat lahirnya perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
* pembatalan dan pelaksanaan suatu perjanjian
-pembatalan
Apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum . Dalam hal demikian, secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu, harus diberikan secara bebas. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perizinan tidak bebas, yaitu : paksaan, kekhilafan dan penipuan. Yang dimaksud dengan paksaan, adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa, jadi bukan paksaan badan. Kekhilafan atau kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu 
-pelaksanaan
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjianperjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu :
  1. Perjanjian untuk memberikan / menyerahkan suatu barang;
  2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu;
  3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu Contoh perjanjian yang pertama adalah : jual-beli, tukar-menukar, penghibahan, sewa-menyewa.
Contoh perjanjian yang kedua adalah : perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perubahan,perjanjian untuk membuat sebuah garasi.
Contoh perjanjian yang ketiga adalah : perjanjian untuk tidak mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain. Pedoman-pedoman lain yang penting dalam menafsirkan suatu perjanjian adalah :
  1. Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, maka haruslah diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf.
  2. Jika sesuatu janji berisikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang sedemikian rupa yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang tidak memungkinkan suatupelaksanaan.
  3. Jika kata-kata dapat memberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian.


sumber:

Hukum Perdata

Nama : Adiman (29210352)
Kelas  : 2EB22
Aspek Hukum dalam Ekonomi
tugas 2 no. 1



1. Hukum Perdata



* yang berlaku di indonesia



Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata baratBelanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui StaatsbladNo. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
* sejarah singkat kukum perdata
Sejarah membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa continental berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce. 
* pengertian dan keadaan hukum di indonesia
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengertian hukum privat (hukum perdata materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Factor yang mempengaruhinya antara lain :
  1. Factor etnis : keanekaragaman adat di Indonesia
  2. Factor historia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163, I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
    1. Golongan eropa : hukum perdata dan hukum dagang
    2. Golongna bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) : hukum adat
    3. Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab) : hukum masing-masing
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
* sistematika hukum perdata
Sistematika hukum di Indonesia ada dua pendapat, yaitu :
Dari pemberlaku undang-undang
Buku I                   : Berisi mengenai orang
Buku II                  : Berisi tentang hal benda
Buku III                 : Berisi tentang hal perkataan
Buku IV                : Berisi tentang pembuktian dan kadaluarsa





Sabtu, 17 Maret 2012

Hukum Yang Berlaku di Indonesia

Nama : Adiman (29210352)
Kelas  : 2EB22
Aspek Hukum dalam Ekonomi 
         Tugas Umum 1

Hukum yang berlaku di Indonesia
     Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Hukum perdata

   Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Hukum pidana Indonesia
     Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang – undang hukum perdata (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).

Hukum tata negara

   Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti yang abstrak.

Hukum tata usaha (administrasi) negara

     Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara dalam "keadaan yang bergerak". Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.


SUMBER

Senin, 12 Maret 2012

Subjek dan Objek Hukum ekonomi

nama: Adiman
npm: 29210352
kelas: 2 EB 22
Aspek Hukum dalam Ekonomi

Subjek dan Objek Hukum
 Subjek Hukum
Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.
· Subyek hukum terdiri dari dua jenis yaitu manusia biasa dan badan hukum.
ü Manusia Biasa
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).

2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :

3. Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).

4. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.

5. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.

 Badan Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
1. Didirikan dengan akta notaris.
2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
4. Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
2. Badan Hukum Privat (Privat Recths Person)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
Objek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda.Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
Jenis Obyek Hukum
Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).

 Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)

Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :
1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
Ø Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
Ø Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
2. Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
Ø Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
Ø Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
Ø Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaituberzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut.Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2. Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3. Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4. Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
ü Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.